Jumat, 05 Agustus 2011

Sejarah Berdirinya Fadlun Minalloh, Wonokromo 1

BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Keadaan Geografis
Pondok Pesantren Fadlun Minalloh, berada di Dusun Wonokromo I, Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Wonokromo adalah nama Dusun sekaligus juga nama Desa. Dusun Wonokromo sendiri, dibagi menjadi dua Dusun, yaitu Dusun Wonokromo I dan Dusun Wonokromo II yang masing-masing dikepalai oleh satu kepala Dusun. Secara administratif, Dusun Wonokromo termasuk di dalam sebuah lingkungan yang administratif tingkat Desa di Kecamatan Pleret. Letak geografis Dusun ini terdapat disebelah selatan kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 20 km dari ibu kota provinsi. Dusun ini merupakan Dusun yang sangat strategis, karena ia berada di pinggir jalan raya, sehingga mudah untuk dicari dan diakses oleh semua orang. Adapun tepatnya Dusun ini berada di Jl. Imogiri Timur, km 9.5, timur jalan, sebelah selatan pasar Jejeran.
Dusun Wonokromo merupakan daerah yang terdiri dari dataran rendah dan berjarak 60 km dari permukaan laut . Dusun Wonokromo merupakan salah satu daerah yang subur di wilayah DIY dengan kondisi medan yang cukup mudah diakses semua orang.
Adapun batas-batas wilayah Dusun Wonokromo I, berdasarkan data monografi Desa Wonokromo 2008, adalah sebagai berikut:
Tabel I : Batas-Batas Wilayah Dusun Wonokromo I
No Arah Batas Wilayah
1 Utara Dusun Kanggotan
2 Selatan Dusun Karang Anom
3 Barat Dusun Brajan
4 Timur Sungai Opak

Tabel II : Batas-Batas Wilayah Desa Wonokromo
No Arah Batas Wilayah
1 Utara Desa Tamanan
2 Selatan Desa Trimulyo
3 Barat Desa Timbulharjo
4 Timur Desa Pleret


Tabel III: Kondisi Geografis
No Kondisi Geografis Keterangan
1 Tinggi tempat dari permukaan laut 60 m
2 Curah hujan rata-rata /tahun 200/300 mm
3 Keadaan suhu rata-rata 21’C – 34’C

Dilihat dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa desa Wonokromo termasuk wilayah yang cukup subur. Hai ini bisa dilihat dari adanya tingkat curah hujan yang cukup tinggi dan berada di dataran yang rendah. Suhu rata-ratanyapun normal, artinya tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah.
Dusun ini terdapat struktur social yang terdiri kedalam beberapa bagian yaitu: terdapat 2 orang kepala Dusun dan 12 orang kepala Rukun Tetangga (RT). Perlu diketahui pula bahwa di Dusun ini tidak mengenal struktur Rukun Warga (RW) yang sudah ada sejak zaman orde baru. Jadi, struktur kepengurusan administrasi yang terendah adalah pada tingkat Rukun Tetangga (RT)

B. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Dusun Wonokromo
Dusun Wonokromo merupakan salah satu dusun yang sangat parah kerusakannya terkena dampak dari gempa bumi yang mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah 27 Mei 2006 lalu. Rumah warga hampir 95% roboh, sehingga hal ini sangat mempengaruhi kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat. Karena, selain menimbulkan trauma yang akan selamanya teringat dibenak mereka, juga melumpuhkan kegiatan ekonomi sebagian masyarakat yang sebagian besarnya adalah buruh dan wiraswasta.
Setelah 3 tahun musibah tersebut berlalu, sudah hampir 96% para warga telah memiliki rumah kembali dan bisa dikatakan lebih baik dan kuat konstruksinya dibandingkan rumuah-rumah mereka yang dulu. Namun demikian, masih ada beberapa warga yang masih memiliki perasaan takut jika masuk kedalam rumah mereka, terutama mereka yang sudah Lansia. Hal ini merupakan hal yang wajar. Karena, selama ini mereka belum pernah mengalami hal tersebut. Ditambah lagi, dengan kondisi para korban yang tidak selamat (meninggal dunia) mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri. Namun demikian, saat ini kehidupan di dusun Wonokromo sudah bisa dikatatan normal kembali seperti sedia kala. Aktifitas social dan pencaharian sudah normal kembali.
Secara umum, jumlah penduduk Wonokromo berdasarkan jenis kelamin, lebih banyak perempuannya. Penduduk Wonokromo, tidaka ada satupun yang buta aksara atau tidak sekolah. Berikut tabel keadaan penduduk, pendidikan dan pekerjaan masyarakat Wonokromo:
Table IV : Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki – Laki 4. 497 jiwa
2 Perempuan 5. 808 jiwa
Jumlah Penduduk 10. 305 jiwa

Table V : Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Angkatan Kerja 5. 818
2 Petani 1. 166
3 Pekerja Sektor Jasa 2. 894
4 Pekerja Sektor Industri 499

Table VI : Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Buta Aksara -
2 Tidak Lulus SD 764
3 Lulusan SD 2. 469
4 Lulusan SLTP/SMP 1. 210
5 Lulusan SLTA/Sederajat 1. 176
6 Diploma 228
7 S 1 123
8 S 2 42
9 S 3 -

Dari tabel-tabel di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat Wonokromo ini sudah cukup maju, baik dari segi pendidikan maupun ekonomi. Tidak lagi ada warga yang buta aksara, membuktikan bahwa tingkat kesadaran warga terhadap pentingnya pendidikan sudah sangat baik, bahkan tidak sedikit warga Wonokromo yang sudah bergelar sarjana, baik S 1 maupun S 2. Di samping adanya kesadaran warga terhadap pendidikan, banyak juga lembaga-lembaga pendidikan yang berada di daerah Wonokromo seperti TK, SD Muhammadiyah, MTsN Wonokromo, MAN Wonokromo, Bimbel Primagama, dan lain sebagainya.
Mayoritas warga dusun Wonokromo bekerja pada sektor jasa, yaitu sejumlah 2. 894 jiwa dari total angkatan kerja 5. 818 jiwa orang . Kondisi perekonomian wargapun juga sudah cukup baik. Hal ini ditandai sedikitnya warga masyarakat yang tidak bekerja. Dari segi kerukunan dan kemasyarakatan, sangat baik. Terbukti dengan tidak adanya konflik yang terjadi di Wonokromo.

C. Kehidupan Beragama
Dusun Wonokromo, merupakan dusun yang terkenal dengan istilah sebutan “Kampung Santri”. Hal ini terbukti dengan banyaknya berdiri pondok pesantren yang berada di dusun Wonokromo. Sehingga, suasana keberagamaan di Wonokromo sangatlah kental. Disamping itu juga, penduduk dusun Wonokromo 100% beragama Islam, sehingga kegiatan keagamaan yang berada di masyarakat semuanya berbau Islam. Selain dikenal sebagai “kampung santri” masyarakat Wonokromo dikenal juga sangat religius. Hal ini dibuktikan dengan begitu banyaknya kegiatan-kegiatan keagamaan, mulai dari harian, mingguan, bulanan, peringatan hari-hari besar Islam, pembacaan sholawat, kesenian hadroh, dan lain-lain. Dalam satu hari satu malam, di dusun ini minimal 5 kali kegiatan pengajian dilaksanakan, terutama di pondok pesantren.
Dusun Wonokromo hanya memiliki dua organisasi Islam, yaitu organisasi Nahdlotul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua organisasi ini berperan sangat penting dalam masyarakat. Akan tetapi, mereka para pengikut ormas ini tetap hidup berdampingan dan saling menghargai dan menghormati antara sesama. Jadi, kalau ingin mencari perbedaan dari kedua organisasi ini dalam mengamalkan agama, sangat sulit. Karena, perbedaan yang terlihat sangat sedikit dan kecil sekali. Disamping itu, semua kegiatan keagamaan yang berada di Wonokromo semuanya terpusat di satu tempat, yaitu Masjid Taqwa Wonokromo, yang dikenal sebagai Masjid “Pathok Negara”.
Kesadaran masyarakat Wonokromo terhadap pengamalan agama sudah sangat tinggi. Hal ini juga bias dibuktikan dengan banyaknya yang hafal Al-qur’an. Hampir 60 orang putra-putri warga Wonokromo yang hafal al-Qur’an. Hampir setiap tahunnya, warga Wonokromo pergi melaksanakan ibadah haji. Dalam setiap tahunnya, minimal 3 orang yang pergi melaksanakan ibadah haji. Bahkan, pernah dalam satu periode pelaksanaan ibadah haji, 21 orang yang melaksanakan ibadah haji. Dari sini menunjukkan, betapa tingginya kesadaran dan pengamalan agama warga Wonokromo.

D. Sejarah Berdirinya PP. Fadlun Minalloh
Pondok Pesantren Fadlun Minalloh, merupakan salah satu pondok pesantren yang tepatnya berada di Dusun Wonokromo I, Rt 02, Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Pesantren ini dapat dikatakan pesantren yang masih cukup muda umurnya. Akan tetapi, dari segi jumlah santrinya pesantren ini merupakan pesantren yang paling banyak santrinya, dibandingkan dengan pesantren lainnya yang berada di Dusun Wonokromo.
Pondok Pesantren Fadlun Minalloh, didirikan sejak tahun 1987 oleh K.H.Muhammad Katib Masyhudi. Pada awal mulanya, bangunan ini belum resmi merupakan pondok pesantren. Awal mulanya, bangunan ini hanyalah seperti rumah biasa. Namun, bentuk bangunan ini telah berbentuk tingkat. Karena ketekunan dan keuletan beliau dalam belajar mengaji, akhirnya beliau mampu mengajar ngaji dengan fasilitas apa adanya. Semboyan beliau “yang penting jadi orang itu bisa mengaji dan mengamalkan ilmunya”. Fasilitas, bukanlah hambatan yang dapat melemahkan keinginan beliau untuk mengaji dan mengajar.
Gerakan revolusioner para kyai muda ini, seperti : K.H. Katib Masyhudi, dan Drs. K. Sudarman M, ini mendapat restu dari kalangan para kyai sepuh seperti K.H. M. Syifa’, K.H. M. Busyro (alm), dan K.H. M. Taftazi. Mereka sangat bersyukur karena dekade (masa 15 tahun) sebelumnya, degradasi intelektual dikalangan para muda sudah sedemikian mengkhawatirkan. Apalagi, Wonokromo dikenal dengan sebutan kampung santri. Jikalau tidak ada penerus para kyai yang telah sepuh, bagaimana tanggung jawab para masyarakat terhadap gelar “kampung santri”. Hal ini disebabkan hanya sedikit anak muda yang mau menekuni untuk mengkaji kitab kuning dan menghafalkan al-Qur’an. Akan tetapi, dengan munculnya beliau berdua, sedikit banyak akan mempengaruhi generasi seterusnya. Bahkan, kehadiran mereka, disambut sangat antusias oleh warga masyarakat Wonokromo secara umum.
Berangkat dari masa mudanya yang selalu berkecimpung didunia pendidikan (kuliah di IAIN Sunan Kalijaga, Fakultas Syariah, Jurusan Tafsir Hadits), pengamalan ajaran-ajaran islam, K.H. M. Katib juga tidak henti-hentinya belajar ilmu agama islam, khususnya menekuni bagaimana caranya untuk membaca kitab kuning (nahwu dan sorof). Karena berkat ketekunan dan keuletan beliau dalam belajar nahwu dan sorof, akhirnya beliau mampu mempelajari kitab-kitab kuning yang berbahasa arab serta tanpa syakal, dan bahkan beliau juga mampu menjelaskan dari maksud bacaan atau teks tersebut.
Dari konsisten beliau dalam belajar mengaji dan juga mengajar ngaji, akhirnya masyarakat mengakui ke kiyayian beliau. Akhirnya, dari tahun ketahun, pondok pesantren Fadlun Minalloh terus berkembang dengan pesatnya. Hal ini tidak lepas dari dukungan dan respon positif dari masyarakat sekitar dan luas. Karena semakin banyaknya minat untuk menyantri dengan K.H. M. Katib Masyhudi, akhirnya beliau kekurangan tempat untuk menampung para santri yang ingin mukim. Akhirnya, tanah yang beliau miliki dan masih kosong (belum ada bangunan), pada tahun 2000 dengan dibantu para santri, warga setempat dan wali santri, beliau menambah asrama untuk santri putra dan putri.
Secara resmi, pondok pesantren Fadlun Minalloh sampai sekarang (2009) telah memiliki 3 bangunan asrama yaitu : 2 asrama untuk putra dan 1 untuk putri. Adapun masing-masing bangunan asrama telah menggunakan model tingkat. Untuk asrama putri, adapun besar kamar adalah berukuran 3x5 m dan terdiri dari 8 kamar serta berada diatas tanah berukuran 10x30 m. Untuk asrama putra, terdiri dari 16 kamar dengan ukuran 4,5x5 m serta berada diatas luas tanah 30x35 m . Hingga sampai sekarang, pondok ini terus menjaga komitmennya yaitu mencetak generasi muda yang berakhlakul karimah, pandai membaca kitab gundul/kuning, serta dapat meneruskan perjuangannya para Ulama terdahulu . Ketiga visi ini, selalu menjadi pathokan dan tujuan daripada proses pembelajaran yang ada di pondok pesantren Fadlun Minalloh.

E. Struktur Organisasi
Pondok Pesantren Fadlun Minalloh, adalah pondok yang bertipe salafiyah atau tradisional. Adapun susunan pondok ini, secara langsung dipimpin dan diasuh oleh beliau K.H. M. Katib Masyhudi sendiri. Namun, untuk mengurusi para santri dan kegiatan yang sifatnya keseharian, beliau membentuk pengurus pondok, yang berfungsi sebagai pembantu beliau. Hal ini beliau lakukan untuk melatih para santri untuk belajar berorganisasi. Disamping itu juga, karena kesibukan beliau sehingga beliau butuh adanya pengurus untuk membantu beliau dalam mengurusi segala kepentingan santri. Adapun skema susunan pengurus PP. Fadlun Minalloh Wonokromo Periode 2008-2009, adalah sebagai berikut :




























F. Keadaan Pengasuh Pondok Pesantren
1. Riwayat Hidup dan Pendidikannya
K.H. M. Katib Masyhudi lahir pada tanggal 27 April 1964, di Desa Canden, Bantul, Yogyakarta. Ayahnya bernama K.H. Masyhudi (alm) seorang Ulama besar. Sedangkan Ibunya bernama ‘Afiyah (almh) binti Joyo Suwito (alm), yang bertempat asal di Canden, Bantul . Masa kecil beliau kurang mendapatkan perhatian dan kasih saying yang selayaknya dari orang tuanya. Hal ini dikarenakan beliau tidak ikut pada kedua orang tuanya. Akan tetapi, beliau ikut seorang ibu tiri di Klaten. Sedangkan ibu kandungnya, berada di Sumatera. Sejak kecil, beliau sangat menderita baik lahir maupun batin. Bagaimanapun, tidak akan ada orang yang mengatakan bahwa ikut ibu tiri itu enak.
Sejak kecil, beliau bertempat tinggal berpindah-pindah mengikuti bapaknya. Setelah lahir (canden), beliau bertempat tinggal di Wonokromo, Pleret. Setelah itu, beliau pindah ke Klaten, dan Cilacap di tempat kakak perempuannya. Setelah itu, beliau pindah lagi ke Klaten. Sampai akhirnya, pada saat beliau menginjak kelas 1 SMA, beliau pindah lagi ke Wonokromo, Pleret, Bantul sampai dengan sekarang.
Sejak kecil, beliau telah dididik tentang ilmu-ilmu agama. Karena, bapak beliau adalah seorang Ulama yang mengajarkan ilmu-ilmu agama yang kemudian mendirikan pondok pesantren Salafiyah, yang berada di Puluh Watu, Karang Nongko, Klaten. Dari bimbingan bapaknyalah beliau mendapatkan ilmu-ilmu agama. Namun demikian, beliau tidak pernah merasakan kasih sayang yang layak. Pendidikan yang diberikan kepada beliau, bukan hanya pendidikan agama semata. Namun, beliau juga sering dimarah, dipukuli dan bahkan tidak diberi makan jikalau beliau salah dan tidak mengerjakan sholat 5 waktu. Disisi lain beliau harus sekolah, beliau juga harus mengurusi peternakan ayam milik ayahnya. Setiap pagi dan sore beliau harus membersihkan tempat makan dan minum untuk ayam, serta memberi makan. Hal itu harus beliau lakukan setiap pagi dan sore. Padahal, beliau juga harus sekolah. Maka tak heran, jika beliau sering mendapatkan hukuman dari pihak sekolah karena telat masuk ke sekolah. Begitulah keadaan kecil K.H. M. Katib Masyhudi, yang penuh dengan penderitaan lahir dan batin.
Setelah lulus dari SMP Kemalang, Klaten, beliau meninggalkan Klaten demi melanjutkan studynya di MAN Wonokromo. Di Wonokromo, beliau bertempat tinggal bersama dengan kakeknya. Mulai dari pagi sampai siang, beliau gunakan untuk menuntut ilmu di sekolah yang kebetulan tidak terlalu jauh dari rumahnya, hanya sekitar 700 m. sedangkan setelah pulang dari sekolah, mulai dari jam 3 sore, beliau lanjutkan dengan mengaji kitab kuning, nahwu dan sorof, dan lain-lainnya di kampung Wonokromo. Karena ketekunan, keuletan serta ketelatenan beliau, akhirnya pada waktu masih duduk di bangku MAN, beliau sudah mulai mengajar nahwu dan sorof. Pada waktu itu, masih sebatas kalangan teman-teman dekatnya saja. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan umur, akhirnya banyak masyarakat Wonokromo, baik tua, muda, laki-laki maupun perempuan, yang akhirnya menimba ilmu nahwu dan sorof kepada beliau.
Setelah lulus dari MAN Wonokromo, Pleret, Bantul, beliau kemudian melanjutkan studynya ke IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta jurusan Tafsir Hadits. Pada waktu itu, Jurusan Tafsir Hadits, adalah jurusan yang paling banyak ditakuti oleh mahasiswa. Karena, jurusan ini pasti akan berkecimpung dengan bahasa arab yang tidak menggunakan syakal. Perjalanan dari rumah sampai kampus, beliau tempuh dengan menggunakan sepeda onthel. Walaupun terkadang beliau juga berboncengan dengan temannya naik sepeda motor. Namun, yang paling sering adalah naik sepeda onthel. Hal ini beliau lakukan karena semata-mata ingin menimba ilmu pengetahuan. Keadaan, bukanlah penghalang bagi beliau untuk menuntut ilmu. Asal ada tekad dan kemauan, pasti ada jalan untuk mewujudkannya.
Disela-sela kuliahnya, beliau juga menyibukkan diri untuk mengajar prifat nahwu dan sorof serta membuat kaligrafi. Hal ini beliau lakukan untuk mencari tambahan untuk biaya kuliah. Karena, biaya kuliah beliau tanggung sendiri. Ayah beliau tidak mau membiayai kuliahnya. Bahkan, ketika beliau meminta uang untuk kuliah, dijawab oleh ayah beliau “siapa yang menyuruh kamu kuliah? Ayah tidak pernah menyuruh kamu kuliah. Karena kuliah itu keinginanmu sendiri, maka bayar sendiri” . Betapa sedihnya hati beliau mendengar jawaban dari ayahnya. Beliau berfikir, orang tua manapun pasti akan senang jika mendengar anaknya bias kuliah. Tapi, tidak begitu dengan ayah beliau. Melihat keadaan yang demikian, maka beliau betul-betul mewujudkan impian kuliahnya dengan hasil kerjanya sendiri. Beliau tidak berlarut-larut dalam kesedihan, karena tidak dibiayai oleh orang tuanya.
Selain mengajar prifat, beliau dirumah juga mengajar para santri. Waktu itu, sudah ada beberapa santri yang mulai mukim. Adapun asal santri tersebut adalah dari Klaten. Inilah cikal bakal santri beliau. Pada waktu itu juga, beliau masih senang dengan seni kaligrafi yang hasil dari karyanya tersebut beliau jual untuk menambah biaya kuliah.

2. Latar Belakang Keluarga
Menurut Mukti Ali “orang itu seperti pohon ; pohon yang baik tumbuh dari biji yang baik ditambah lagi lahan dan cuaca yang mendukung untuk itu. Sebaliknya, pohon yang jelek berasal dari biji yang kurang baik dan lahan yang tidak subur. Begitu juga dengan seseorang, orang yang besar lahir dari dua unsur pokok, yaitu: watak yang diwarisi dari orang tuanya dan keadaan sekitar dimana dia hidup .
K.H. M. Katib Masyhudi merupakan seseorang yang terlahir dengan sosok yang cerdas atau kalau diibaratkan sebuah biji, beliau berasal dari biji yang baik. Beliau dibesarkan dilingkungan pesantren atau dikenal dengan istilah sebutan kampong santri yang mendukung kemajuan ilmu agamanya, serta didukung dengan kuliah di jurusan Tafsir Hadits, sehingga semua ini menghantarkannya kepada martabat tertinggi dimata masyarakat Wonokromo, khususnya dimata para santri.
Dari latar belakang keluarga, K.H. M. Katib Masyhudi lahir dari keluarga terhormat dan terpandang yaitu putra pasangan dari K.H. Masyhudi dan Nyai ‘Afiyah. K.H. Masyhudi, disamping sebagai pejuang angkatan 1945 dan mantan ketua DPRD Bantul, beliau juga seorang pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren Salafiyah, Karang Nongko, Klaten. Beliau mendirikan pondok Salafiyah di Klaten semenjak jaman penjajahan Belanda. Melihat hal tersebut, sudah barang tentu K.H. M. Katib Masyhudi adalah sosok yang terlahir dari golongan orang yang terpandang dan berilmu.
3. Pribadi K.H. M. Katib Masyhudi
K.H. M. Katib Masyhudi masa kecilnya hanya membantu orang tuanya. Terkadang beliau mencari uang sendiri dengan ikut mencari batu di sungai yang kemudian beliau jual kepada pembeli keliling atau pemborong untuk membangun rumah di Klaten .
Menginjak masa remaja, beliau mulai meniti karir yang beliau sukai. Salah satu karir yang beliau sukai adalah seniman. Awal mulanya beliau hanya berniat untuk sekedar senang-senang dan sekedar mencari pengalaman semata. Namun, lama kelamaan justru beliau mulai tertarik akan dunia seni. Beliau mulai memasuki dan mempelajari dunia seniman lewat baca puisi. Hampir setiap ada acara apapun, pasti beliau isi dengan membaca puisi. Akhirnya, beliau memberanikan diri untuk mengikuti lomba membaca puisi. Ternyata, bakat yang terpendam dalam dirinya mulai terkuak. Setiap ada perlombaan untuk membaca puisi, beliau pasti menjuarainya. Puncak karir beliau dalam dunia seni adalah dengan bergabung dengan kelompok penyair dari jogja lainnya seperti : Emha Ainun Najib, Mathori A Elwa, Joni Aryadinata, Wes Ibnu Say, dan lain-lainnya.
Namun, bagaimanapun senangnya beliau dengan dunia seni, akan tetapi beliau juga tidak pernah meninggalkan kegiatan mengajinya di rumah. Setiap datang jam mengaji, beliau pasti pulang sebelum jamnya. Di majelis ngajipun, beliau tidak hanya sekedar mendengarkan atau hanya sekedar datang untuk memenuhi jadwal nagji beliau. Akan tetapi, beliau betul-betul memperhatikan dan menekuninya. Beliau punya prinsip, segala sesuatu itu akan memberikan hasil dan akan bermanfaat jika kita mau menekuninya. Jika tidak, maka jangan harap ada sesuatu yang akan kita dapatkan.
Ketika beliau kuliah, beliau juga dikenal teman-temannya sebagai sosok orang yang cerdas dan pintar. Sehingga, ketika beliau kuliah, hampir semuanya kenal dengan beliau. Disamping pintar dan cerdas, beliau juga humoris dan mudah bergaul. Maka wajar, jika semua temannya merasa kesepian dan kehilangan jika beliau tidak berangkat kuliah. Walaupun demikian, semasa belajar beliau dikenal sebagai siswa/mahasiswa yang sering tidur di dalam kelas. Namun demikian, jika beliau disuruh mengerjakan (sebagai hukuman karena tidur di kelas) beliau pasti bisa. Sehingga, para guru seakan tidak punya alasan untuk memarahinya. Yang lebih mengherankan lagi, ketika dalam suatu kelas mengadakan suatu kegiatan, beliau tidak ikut, maka teman-temannya pun tidak mau ikut. Padahal, ketidak ikut sertaan beliau dikarenakan terkadang tidak memiliki biaya. Akhirnya, teman-teman beliaulah yang menanggung biayanya.
4. Hasil Karya K.H. M. Katib Masyhudi
Hasil karya beliau adalah berupa terjemahan kitab-kitab kuning karangan para Ulama terdahulu (salafus salih). Namun demikian, karangan tersebut belum ada yang beliau terbitkan melalui penerbit. Kebanyakan, terjemahan beliau masih bersifat terbatas (kalangan sendiri). Disamping itu, beliau juga menyusun buku nahwu dan shorof versi beliau.
Keinginan beliau menyusun buku nahwu dan shorof ini dikarenakan beliau melihat keadaan para santri beliau yang kebanyakan hanya nyantri selama sekolah (rata-rata 3 tahun). Padahal, jika menggunakan kitab-kitab nahwu dan shorof yang ada, tidak mungkin dalam waktu yang singkat tersebut, santri bisa membaca kitab kuning yang tanpa syakal tersebut. Akhirnya, beliau berfikir keras untuk mencari cara bagaimana supaya waktu yang sedemikian singkat tersebut, ketika santri keluar pondok, mereka sudah mampu untuk membaca kitab kuning. Akhirnya, tercapailah cita-cita tersebut. Beliau beri nama kitab karangan nahwu dan shorof beliau “Cara cepat untuk bisa membaca kitab Gundhul”. Buku tersebut selesai beliau tulis pada tanggal 9 Februari 2000. dan beliau perbaharui (edit) kembali pada tahun 2007.
G. Ustadz dan Ustadzah
Ustadz atau Ustadzah adalah sebutan tenaga pengajar atau guru yang ada di pondok pesantren Fadlun Minalloh. Tugas utamanya adalah membantu mengajar Bapak Kyai dan Ibu Nyai. Kesemua Asatidz ini, berasal dari para santriwan dan santriwati yang telah senior dan dirasa mampu untuk mengajar para santri.
Adapun jumlah keseluruhan tenaga pengajar atau guru di pondok pesantren Fadlun Minalloh, ada 8 orang terdiri dari : 5 orang Ustadz dan 3 orang Ustadzah. Masing-masing Ustadz hanya mengampu 1 materi atau 1 kitab saja. Hal ini dimaksudkan agar para Ustadz dapat berkonsentrasi penuh terhadap materinya demi memandaikan santri. Namun demikian, bukan berarti para Asatidz tidak mempelajari kitab-kitab yang lainnya. Walaupun mereka telah menjadi tenaga pengajar di pondok, mereka tetap wajib mengaji kepada pengasuh / pimpinan pondok pesantren, dalam 1 hari minimal 1 kali mengaji dengan pengasuh. Hal ini dimaksudkan, agar tetap adanya hubungan santri dengan kyayinya.
Dari jumlah Ustadz tersebut, kebanyakan dari mereka adalah lulusan Sarjana UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta dan juga masih ada yang kuliah. Hanya ada satu tenaga pengajar yang kebetulan hanya sekolah sampai jenjang SMP. Namun demikian, kemampuannya dalam ilmu agama sangatlah memadai. Sehingga, sangatlah pantas jika ia menjadi tenaga pengajar.
H. Keadaan Santri
Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren, seseorang disebut Kyai adalah apabila ia memiliki pondok pesantren dan ada santrinya yang mukim. Sedangkan sebutan untuk mereka yang ikut menimba ilmu pengetahuan di pesantren (baik mukim maupun tidak) disebut dengan istilah Santri. Oleh karena itu, santri adalah elemen penting dalam tubuh pondok pesantren.
Namun demikian, menurut bahasa yang digunakan di pesantren untuk menyebut seorang santri, ada 2 golongan yaitu :
1. Santri Mukim
Yaitu orang-orang yang berasal dari luar daerah atau daerah asal, namun ia menetap di pondok pesantren atau menetap dengan kyayinya. Adapun jumlah keselurahan santriwan dan santriwati pondok pesantren Fadlun Minalloh yang menetap adalah :
a. santri putra berjumlah 59 orang
b. santri putrid berjumlah 51 orang
Secara mayoritas, santri yang mondok di pesantren ini berasal dari daerah Klaten. Sedangkan yang berasal dari luar daerah Klaten, bisa dikatakan hanya sekitar 5%. Hal ini dikarenakan, orang tua beliau sudah sejak dulu kala menyebarkan agama islam di Klaten dan bahkan mendirikan pondok pesantren. Namun, karena di sana pondoknya jauh dari fasilitas sekolah umum, maka bagi para santri yang ingin sekalian sekolah umum, oleh bapak beliau disuruh untuk ketempatnya K.H. M. Katib Masyhudi. Dan bahkan, ini sudah menjadi peraturan dari bapak beliau.
Secara umum, semua santri sambil sekolah di luar pondok. Hal ini dikarenakan, pondok Fadlun Minalloh tidak memiliki sekolahan sendiri. Walaupun demikian, pondok tidak menutup diri dari dunia sekolah formal. Namun, ada juga sebagian kecil santri yang sudah tidak sekolah. Namun, rata-rata mereka sambil bekerja di luar pondok. Dari pagi, mulai dari jam 07.00 WIB para santri melakukan aktifitas diluar pondok. Namun, mulai sore (jam 15.00 WIB) para santri sudah harus berada di pondok untuk melakukan kegiatan mengaji.
2. Santri Kalong
Yaitu, murid-murid yang ikut menimba ilmu di pondok pesantren, akan tetapi mereka tidak menetap di pondok. Secara umum, mereka berasal dari daerah-daerah dekat sekitar pondok pesantren. Mereka hanya mengikuti kegiatan mengaji pada jam-jam tertentu saja, seperti hanya mengikuti kegiatan pengajian jam 20.00 – 21.00 WIB saja. Setelah itu, mereka kembali pulang kerumah mereka masing-masing. Namun, dalam penelitian ini penulis hanya akan meneliti para santri yang mukim saja. Hal ini dimaksudkan agar penulis lebih mudah untuk mencari dan mengumpulkan data-data yang valid.
I. Pengembangan Kreatifitas
Pengembangan kreatifitas santri ini dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dan bakat para santri yang mungkin selama ini terpendam, agar supaya mereka dapat mencapai hasil yang diinginkan. Adapun pengembangan kreatifitas para santri tersebut antara lain meliputi:
1. Pelatihan Pidato
Pelatihan ini diadakan seminggu 2 kali, yaitu setiap malam jum’an dan hari jum’at setelah pelaksanaan sholat jum’at. Adapun peserta dari pelatihan ini, wajib diikuti oleh semua santriwan/wati dengan jadwal sebagai berikut:
a. untuk malam jum’at, santriwan dan santriwati mengadakan acara sendiri-sendiri (di asrama masing-masing)
b. untuk jum’at siang, pelatihan wajib diikuti oleh semua santriwan/wati dan berada dalam satu tempat (aula pondok putra selatan).


2. Pelatihan Penerapan Membaca Kitab Kuning
Di pondok pesantren, sangat dikenal dengan adanya istilah sorogan atau latihan secara langsung berhadapan dengan seorang kyai. Sedangkan santri, membaca kitab yang sudah ia pelajari di dalam kamar terlebih dahulu. Sehingga, di sini dibutuhkan persiapan yang matang dari para santri yang akan mengajukan kepada kyai.
3. Pelatihan Hadroh
Adapun pelatihan ini hanya khusus bagi para santri putra dan juga wajib untuk diikuti oleh semua santri yang baru berada di pondok kurang lebih 2 tahun. Adapun para santri yang telah berada di pondok lebih dari 2 tahun, pelatihan ini hanya bersifat sunat.
4. Pelatihan Qiroah
Pelatihan ini bersifat sunat, baik bagi santriwan/wati. Karena, pelatihan juga mengandalkan bakat suara yang memang bagus, walaupun semua itu bisa dibentuk. Adapun pelaksanaannya adalah setiap malam minggu.
5. Pelatihan Penulisan Khat
Pelatihan ini diadakan 1 bulan sekali setiap hari minggu pagi. Adapun kegiatan ini, juga bersifat sunat bagi para santri. Namun, semua ini diadakan adalah untuk mengembangkan bakat dan minat para santri.

0 komentar:

Posting Komentar

Ingat................!

Pengetahuan tidaklah cukup; kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup; kita harus melakukannya.